PINTUJABAR.COM || PURWAKARTA – Proses relokasi pasca penggusuran rumah warga di Tegalmunjul, Purwakarta, hingga kini belum menunjukkan kejelasan. PMII Purwakarta menyoroti serius nasib warga yang terdampak dan mendesak Bupati Purwakarta untuk segera menuntaskan permasalahan ini.
Puluhan warga masih tinggal di gubuk-gubuk darurat, tanpa kepastian relokasi dari pemerintah. Ketidakjelasan ini menciptakan keresahan mendalam di tengah masyarakat, terutama warga yang tidak mampu mengontrak rumah dan hidup dalam keterbatasan.
PMII Purwakarta menyatakan keprihatinannya terhadap kebijakan relokasi yang dianggap tidak manusiawi dan tidak berpihak pada masyarakat kecil. Dalam berbagai kunjungan langsung ke lapangan, aktivis PMII mendapati bahwa relokasi belum pernah dibahas secara terbuka dengan warga, dan tidak ada pendampingan dari pihak Pemkab Purwakarta.
Bahkan, sebagian warga menyebut belum ada komunikasi konkret dari Bupati Purwakarta maupun instansi teknis terkait tentang solusi jangka panjang atas tempat tinggal mereka.
Nasib warga Tegalmunjul kini menjadi perhatian utama organisasi kemahasiswaan tersebut. PMII menilai bahwa relokasi seharusnya dirancang sejak awal, bukan setelah pembongkaran dilakukan.
“Relokasi itu bukan sekadar memindahkan, tapi memastikan nasib warga tetap terjamin. Untuk pengabdian kepada warga dan atas dasar rasa cinta pada tanah air, sahabat-sahabat PMII Purwakarta dengan serius mengawal persoalan ini.” tegas Muhamad Hasim, Wakil Ketua 1 PC PMII Purwakarta.
Hasim menambahkan bahwa Pemkab, khususnya Bupati Purwakarta, tidak boleh tinggal diam melihat warganya tinggal di gubuk dan musala karena kehilangan tempat tinggal.
PMII telah melakukan pendataan warga terdampak secara berkala pada saat penggusuran ini berlangsung, termasuk mendengarkan langsung keluhan mereka. Beberapa ketua RT setempat mengonfirmasi bahwa hingga hari keenam pasca pembongkaran, belum ada kejelasan apapun dari pemerintah atau PJT II terkait program relokasi atau bantuan tempat tinggal sementara. Beberapa warga menyebut, hanya mengandalkan belas kasihan kerabat atau bertahan di gubuk sederhana di pinggiran sawah.
Salah satu warga lansia bahkan tinggal di musala karena tidak punya pilihan lain. “Kakek sekarang tinggal di mushola RT 05 karena enggak punya tempat lagi. Kalau nanti marbotnya balik, kakek harus keluar. Tapi mau ke mana juga bingung,” tuturnya lirih pada hari selasa (17/06/25).
Cerita lain datang dari seorang ibu rumah tangga yang harus membuat gubuk seadanya karena tidak punya penghasilan tetap dan masih menanggung biaya sekolah anak-anaknya.
PMII menilai janji Bupati Purwakarta untuk tidak akan membiarkan rakyatnya kehilangan tempat tinggal, sebagaimana disampaikan dalam video postingan akun Instagram Bupati Purwakarta @omzein_bupatiaing, harus segera dibuktikan. Tanpa langkah nyata, janji itu dianggap hanya retorika. PMII mendesak agar pemerintah daerah membuka forum dialog terbuka dengan warga terdampak dan menghadirkan solusi konkrit dan adil.
Sebagai organisasi mahasiswa yang berlandaskan Ahlussunnah Waljama’ah, PMII memastikan akan terus mendampingi warga, baik melalui advokasi maupun tekanan publik. PMII berharap Pemkab Purwakarta dan PJT II segera menyusun skema relokasi yang tidak menyengsarakan warga, serta mengutamakan mereka yang paling rentan.
“Negara tidak boleh absen dalam menjamin tempat tinggal layak bagi warganya, karena ini merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki oleh warga negara dan pemerintah wajib memenuhi itu.” pungkas Hasim. ***